Bab 2: walaupun begitu, mesato rengge mulai menunjukkan kebolehannya.
Bagian
2-1
[naskahmu kuterima. Tapi sudah kubilang
padamu, pikirkan kembali main heroine seperti apa yang ingin kau buat. Carilah
inspirasi tentang karakter yang ingin kau sajikan ke pembaca. Perjalananmu
masih panjang. Jadi berjuanglah, tuan penulis.]
Pagi-pagi buta, sebuah email balasan dari bu
irene membangunkanku dari mimpi indah. Setelah beberapa kali mengusap mata dan
menguap panjang, aku melihat jam wekerku dan melihati bahwa waktu ini masih
sangat pagi.
Setelah sarapan, akupun berangkat ke sekolah
dengan pandangan mengantukku yang kental. Ingin rasanya aku tidur di jalan,
tapi karna aku masih punya akal sehat, maka aku menahan keinginan itu sebisa
mungkin.
Menghirup udara segar dan merasakan hangatnya
sang mentari, aku berjalan dengan lesu sembari memikirkan email balasan dari bu
irene.
Coba buatlah karakter yang menarik? Semenarik
selena? Itu cukup sulit. Bagaimana aku bisa membuat sebuah karakter kalau aku
tidak mendapatkan satupun inspirasi yang bersangkutan dengan karakter itu? Huh.
Kalau ingin membuat karakter se-unik selena,
maka dia haruslah berparas lebih lucu dan imut, suka menyendiri dan susah di
dekati. Seseorang yang bahkan tidak di kenal oleh prontagonis tapi menarik
perhatiannya. Seorang gadis misterius yang di penuhi daya tarik.
Tapi kalau aku ingin mencari inspirasi seperti
itu, memang ada orang seperti itu? Maaf saja, tapi aku punya kebiasan untuk
mengkonversi seseorang ke dalam novelku. Walaupun aku sedikit malu, contohnya
adalah rene suzuka. Syukurlah dia tidak menyadarinya...aku bisa sedikit
bernafas lega.
Menyebrang dan berjalan di pinggir jalan, tak
terasa aku melewati taman ini lagi.
Sebuah taman dengan sesosok pohon raksasa yang
nampak melindungi taman dengan tubuhnya, nampaknya otakku mulai merangsang
syaraf ingatanku beberapa hari yang lalu.
Seorang gadis kecil bermantel biru, yang
sedang berdiri menghadap sang penunggu taman sambil mulai memikirkan sesuatu,
dan tak terasa mulai meneteskan air mata. Lalu secara tiba-tiba sebuah perasaan
aneh itu menyerangku.
Tunggu dulu! aku mulai melebarkan pandangan
mata. Bukankah karakter seperti itu yang ingin aku buat? Sebuah karakter
misterius yang menarik untuk diungkap identitasnya? Sebuah petualangan sang protagonis
untuk mencari kebenaran tentang gadis penyendiri yang menarik perhatiannya?
Hahahahaha...
THIS! IS! THE! BEST! PLOT! STORY!!!
Dan entah kenapa, setelah meneriakkannya
diriku terbangkit dari rasa mengantuk yang kental ini.
·
“68? Kurasa aku harus bertanya siapa gurumu!”
seorang gadis kecil dengan perasaan tidak puas itu sedang membentakku, kulihat
mata green diamond itu mulai berubah menjadi red diamond.
“siap! Guruku bernama Mesato Rengge!” jawabku
selaku sang kopral kepada sang jendral perang.
Diapun berbalik dan menatap tak percaya
sekaligus sedikit ngeri ke hasil tes susulanku. “tidak mungkin, metode
belajarku harusnya sudah sempurna! Tapi kenapa orang ini gagal? Apakah dia
sebegitu bodohnya? Albert einstein, apakah kau sedang mempermainkanku?”
“dasar jahat, aku bisa mendengarnya!” protesku
dengan cepat. “lagi pula kenapa kau menyebut nama ilmuwan terkenal itu?”
“everbody is genius, itulah yang dia katakan.
Tapi nampaknya kau meruntuhkan teorinya itu.”
“entah harus bangga atau tersinggung,
setidaknya jangan sebut itu sebagai sebuah teori! Apakah aku sebodoh itu? Aku
sudah berusaha loh!”
Ya, tepat dan sangat benar, kuakui dugaanmu
sangat benar kawanku. Dimanapun kalian berada, aku hanya ingin mengungkapkan
rasa kesalku kepada lolita satu ini.
Namanya mesato rengge, berperawakan sedikit
pendek, mempunyai rambut hitam bak boneka jepang, dengan itu dia sudah sangat
mempuni untuk di sebut ‘lucu’, ‘menggemaskan’ atau ‘imut.’ Tapi dari semuanya,
mata green diamond yang langka itu, seperti memancarkan aura keseriusan dan
derajat yang tinggi.
“benar sekali, bahkan simpanse di kebun
binatang tengah kota lebih pintar dari dirimu, itupun membuatku sangat
terheran.” Dia memegang kepalanya dan mulai menggeleng-gelengkannya.
“hanya karna nilai matematikamu bagus, bukan
berarti kau tahu segalanya tentang kepintarankan?” tanyaku dengan sinis.
“dengarlah zero, hanya satu hallah yang aku
kurang tahu.” Dia dengan sedikit was-was menatapku, “ Yaitu penjelasan tentang
bagaimana kehendak penciptaan alam semesta. Hal-hal setelah itu hanyalah masalah matematika.” Katanya seperti
seorang guru yang menceramahi muridnya yang bodoh.
Aku sangat sebal saat dia menyebutku ‘zero’
karna nilai-nilaiku.
“tapi
dari yang kutahu, nilai matematikamu masih kalah dengan si tensaikan?” tanyaku
dengan menyinggunggnya secara pribadi.
“huh! Aku muak dengan nama sempurna itu!” dia
memberontak sarkasmeku. “sebenarnya aku bisa mengalahkannya dengan mudah, hanya
saja aku tidak terlalu niat.” Dengan penuh percaya diri dia berlagak seolah
bisa melakukan segalanya.
“sebuah kepercayaan diri yang sangat luar
biasa sekali.” Pujiku dengan heran.
“tentu saja!” sekarang kulihat hidung mungil
gadis ini nampak bertambah panjang. “tanyakan apapun padaku. OPEN QUESTION!”
sepertinya pujian sederhana saja bisa membuatnya sampai seperti itu.
Lagi pula ini kesempatan yang bagus untukku,
aku hanya harus meruntuhkan teorinya tadi dengan memberikan sebuah pertanyaan
yang tidak bisa dia jawab. Begitulah rencanaku.
Tapi apa yang harus kutanyakan?
“berapa luas diameter bumi?”
“12.742 km.” Jawabnya seolah hafal diluar
kepala.
“berapa kilobite dalam 1 giga bite?”
“huh..1.048.576 kb.”
Sungguh mengerikan! Dia bahkan bisa menjawab
pertanyaan yang aku sendiri tidak tahu jawabannya. Apakah dia tahu semua? Hal
itu cukup untuk membuat sebuah situs baru bernama RenggePedia.
“berapa masa bumi?”
“pertanyaan bodoh...jawabannya 5.972 × 10^24
kilogram. Kalau ingin detailnya maka gunakan kepalamu itu untuk berpikir.“
semua pertanyaan dia jawab dengan spontan dan tanpa berpikir. Apakah dia memang
benar-benar hafaldi luar kepala?
“luar biasa!” aku sedikit merasa ngeri saat
memujinya. Kurasa renggepedia bukanlah mitos semata.
“sudah kubilang, semua hal itu hanyalah
masalah matematika.” Dia semakin percaya diri. Aku sangat kesal dengan fakta
itu.
Aku harus memikirkan sebuah pertanyaan yang
masih berhubungan dengan bidangnya tapi sangat sulit dan dia tidak mungkin
menjawabnya. Tapi apa yang harus ku tanyakan?
Selagi aku berpikir, dia nampak menikmati roti
lapis yang kubelikan itu dengan senangnya. Dia sekarang nampak seperti kelinci
yang menikmati wortel yang masih segar.
Ah sial, aku tidak bisa memikirkan apa-apa.
Tapi aku sangat tidak ingin mengakui kalau orang ini, maksudku seorang gadis
kelas dua smp bertubuh kecil ini sangat cerdas. Tapi tunggu dulu, sebuah
pertanyaan yang tidak bisa di jawab. Nampaknya aku mengetahui sebuah hal yang
akan menjadi kartu asku melawan loli cerdas satu ini.
“Epidermis si orang kreta mengatakan bahwa
semua orang kreta itu adalah pembohong. Apakah menurutmu dia itu benar atau
salah?” ya inilah jurus pamungkasku.
“hah, apa? Paradoks epimenides?” dia nampak
tersentak dan cukup tahu apa yang sedang kutanyakan kepadanya.
Benar sekali, sebuah pertanyaan yang tidak bisa di jawab, apa lagi kalau
bukan sebuah paradoks? Sayangnya aku tidak tahu banyak paradoks, tapi aku tahu
satu yang paling terkenal, yaitu paradoks epimenides. Sebuah paradoks klasik
yang belum ada jawaban pasti, bahkan para orang yang mengaku berotak pintarpun
belum bisa menjawab paradoks ini.
“benar sekali, apakah kau bisa menjawabnya?”
tanyaku dengan menghina, nampaknya aku bisa sedikit memojokkan gadis itu, itu
karna dia nampak melamun melihatku dan sedang mengabaikan roti lapis
kesukaannya.
Paradoks adalah sebuah hal yang belum
terpecahkan kebenarannya. Kalau dalam pertanyaan ini kau menjawab bahwa
epimenides benar, maka dia bukan seorang pembohong, sehingga yang dikatakannya
tidak benar, karna dia juga orang kreta.
Tapi bila kau menjawab tidak benar, berarti ia
pembohong, jika dia pembohong , yang dia katakan adalah hal benar, padahal dia
adalah orang kreta yang katanya semuanya pembohong.
Membaca pertanyaan dan teori tadi saja sudah
membuat kepalaku pusing sendiri. Apalagi menjawabnya.
“hanya itu? Membosankan.” Dia memandang remeh
pertanyaan yang kuberi. Kulihat dia mulai mengacuhkannku dan mulai memakan roti
lapisnya seperti kelinci.
“tunggu dulu! memangnya kau bisa menjawabnya!”
“mmm—tentu saja.” Jawabnya sambil mengunyah
roti lapisnya itu. Kurasa aku mulai merasa sangat kagum dengan sikap tidak
pedulinya. Apa yang aku pikirkan?
“lalu bagaimana jawaban yang sebenarnya.”
“jawabannya adalah setengah.”
“setengah?”
“yap, setengah benar dan setengah salah.” Dia
kembali membuka roti lapis baru. Tingkah lucu seekor kelinci yang memakan
wortel dapat kau lihat dari sudut pandangku.
“maksudmu? Aku tidak mengerti.” Tanyaku
sebingung orang lupa ingatan.
“ya kau tahu, yang dia katakan adalah
kebenaran, tapi dia juga bukan seorang pembohong.” Mata green diamond disertai
ekspresi menjelaskan itu nampak menebarkan pesonanya padaku. Aku hanya diam tak
mengerti dengan upaya penjelasan yang dia lontarkan. “...”.
“masih tidak mengerti juga? Kau tahu, inti
dari permasalahan ini terletak di epimenides ini.” Ya, kau akan mengerti.
Matanya mulai memancarkan sinar yang kehijauan, apakah itu semacam lampu lcd?
“kau tahu, satu hal yang tidak pasti dalam
pertanyaanmu ini.” Dia memelototiku dengan pandangan kecurigaan miliknya dan
mulai dengan lirih berkata “apakah epimenides benar-benar orang kreta? Bisa
saja dia hanya setengah keturunan kreta. Dan karna itulah hukum pertanyaan ini
hanya berlaku sebagian saja pada orang ini.”
Saat mendengarkan gadis loli alias kecil ini
berbicara. Saat mendengarkan suara halus nan lembut itu keluar dari
tenggorokannya. Dan saat kau melihat wajah cantik dan bibir kecilnya yang
berusaha menjelaskan itu. diriku mulai berpikir, dan kau tahu apa yang sedang
aku pikirkan sekarang? Jawabannya adalah “aku tidak mengerti dengan
penjelasannya sama sekali.”
“tapi tunggu dulu, maksudmu dia itu hanya
setengah keturunan orang kreta. Jadi sebagai setengah orang kreta, hukum bahwa
‘orang kreta semuanya berbohong itu’ tidak berlaku sepenuhnya padanya?”
“ya seperti itulah.” Jawabnya sambil mengunyah
roti lapis miliknya, kulihat tumpukan sampah bungkus roti itu bertumpukan di
sebelahnya, memang sudah berapa yang dia makan?
“tapi bukankah setengah itu jawaban yang tidak
pasti?” jawabku dengan mengeluarkan keragu-raguanku.
“matematika itu hukum pasti, dan dalam matematika
setengah itu adalah
atau 0,5. Selama itu bukan bilangan imajiner,
maka aku berani menjamin bahwa itu adalah sebuah angka pasti.”
“tapi itu tetaplah tidak masuk akal.” Aku
kembali protes, ya karna kau tahu, ini semua tak dapat kucerna dengan baik.
“bukankah pertanyaanmu itu yang tidak
masuk akal? Kalau sebuah pertanyaan itu tidak bisa dijawab menggunakan logika,
maka jangan protes kalau teorinya sedikit tidak masuk akal. Mau bagaimanapun,
bila itu yang tersisa, maka itu adalah kebenaran.”
“sepertinya aku pernah mendengarnya.”
“sherlock holmes.”
“apa hubungannya dengan matematika?”
“kau tahu, dia seorang fisikawan,
walaupun cukup kuakui caranya meneliti agak ‘unik’.”
Terserahlah, aku mulai pusing sendiri
mendengarkan jawaban yang sangat spektakuler dari siswi satu angkatanku itu.
sebuah jawaban sederhana yang dia keluarkan nampak membuat semua orang yang
meneliti paradoks ini akan merasakan sebuah kekonyolan.
Walaupun kesal, tapi itu tadi sangat
menakjubkan.
“matematika memang menakjubkan, kalau ini
sebuah ordo ajaran baru, mungkin aku akan menjadi pengikutnya.” Senyum kecutku
nampak menghibur gadis yang tersenyum itu.
“die rechnung ist einfach, man muss nur
logik schwert ein paar monster figuren töten.—matematika itu sederhana, kamu hanya butuh pedang ‘logika’
untuk membunuh sekumpulan monster angka. Walaupun aku ragu dengan ejaannya,
yang pasti itulah pendapatku.” Katanya dengan santai.
“jujur
saja itu masih jauh dari jangkauan pikiranku.” Komentar diikuti kebingunganpun
terlontar dari mulutku, harus kuakui, walaupun menyebalkan tapi terus terang
mengakui kalau pemikirannya sangatlah unik.
“zero...menyedihkan
sekali ya...maksudku isi kepalamu.”
“terima
kasih..atas pujiannya.” Jawabku kesal. Walaupun kesal, tapi aku mulai sedikit
berpikir. Bahwa sebenarnya, omongannya ada benarnya juga.
·
Bagian
2-2
Mari sedikit mengalihkan perhatian,
setelah sibuk diajak membahas hal serumit paradoks, maka aku berpikir untuk
mengganti topik dan membicarakan hal lain yang lebih menyegarkan. Aku jamin aku
bisa membawakan sebuah cerita yang cukup menarik, mengingat aku juga seorang
penulis novel.
Tapi kali ini aku bukan ingin membahas
tentang novel bertema sci-fi atau fantasi seperti novel perangku. Aku hanya
akan membawakan cerita kisah di sekitar sekolahku saja, yaitu smp barat.
Kurasa aku cukup bersemangat untuk
menulisnya, jadi kuharap para pembaca akan agak terhibur dengan cerita
selinganku ini.
Yap, kurasa kalian cukup tahu kalau semua
orang yang ada di cerita ini sudah setuju dirinya di dokumentasikan, jadi tidak
akan ada protes setelahnya, terima kasih.
·
Di smpku, tepatnya smp barat. Ada dua
orang laki-laki yang sudah dekat dari dulu. bisa kalian lihat bahwa kedekatan
mereka ditunjukkan dengan pertemanan mereka selama dua tahun ini di smp.
Bila kita lihat dari luar, maka perbedaan
kedua sahabat ini sangatlah jelas. Yang satu memiliki sifat semangat dan tensi
yang cukup tinggi, laki-laki ini bernama rizaldi hightension. Dia adalah
laki-laki atletik yang cukup menarik perhatian bila sudah berada di lapangan.
Yang satu lagi, adalah seorang lelaki
yang tidak memiliki terlalu banyak semangat dan tensi yang sangat rendah. Dia
bernama hamdani lowtension. Dia seorang murid biasa yang suka mengeluarkan
kata-kata ataupun bertingkah yang aneh.
Mereka berdua berteman dekat selama ini,
sudah kenal sejak tk, maka merekapun sering bepergian bersama.
Lalu cerita inipun dimulai saat mereka beranjak
pulang dari sekolah mereka.
“kamu sadar, hamdani. Ternyata dalam bulu
tangkis ada sebuah penalti kepada pemain berupa ‘kartu hitam.’” Dengan sangat
semangat, sambil menenteng sepedanya, dia dan temannya ini sedang berjalan
dengan santai menuruni sebuah bukit kecil di dekat sekolah mereka.
“oh~.” Jawabnya hamdani datar. Dia memang
tidak bisa menunjukkan ekspresinya dengan jelas. Kita tahu bahwa ekspresi dan
tensinya memang agak berbeda di bawah rata-rata.
“seperti biasa kau nampak tak bersemnagat
sama sekali.”
“hah~.” Jawaban itu keluar spontan dengan
nada yang sangat standar.
“kau tahu, guru olah raga kita sedang
liburan ke luar negeri loh.”
“hah~.”
“huh...bisakah kau merespon hal dengan
cara lain?” keluh rizaldi ke arah sepedah roda dua yang dibawanya itu.
“hmm~.”
“nada itu sama tak acuhnya dengan nada
sebelumnya.”
“hmm~.”
Kita bisa lihat bahwa emosi rizaldi mulai
meluap naik ke permukaan, tapi karna dia sudah terbiasa dengan situasi
tersebut, maka dia cukup bisa menahan luapan emosi kejengkelan tersebut.
Sementara itu, kalian bisa lihat kalau
ekspresi hamdani tidak berubah sama sekali, tatapan kosongnya tepat mengarah ke
depan dengan wajah dan tensi yang sama-sama tidak menunjukkan sebuah semangat.
“hamdani, aku sebenarnya tahu kalau kau
itu lebih pintar dariku. Jadi aku ingin menanyakan sebuah pertanyaan yang telah
mengganjal pikiranku selama ini. Maukah kau mendengarkanku?”
Mendengar itu, rasa ketertarikan
hamdanipun mulai terusik. Dia memperlihatkan tatapan kosongnya pada rizaldi “oh~.”
Sedikit senang karna di tanggapi,
rizaldipun mulai bersemnagat untuk menjelaskan pemikirannya. Dia mulai menaruh
tas yang ada di punggunggnya ke keranjang sepeda birunya, lalu dirinya mulai
menceritakan hal tersebut kepada hamdani.
“kau tahu, guru olah raga kita menaiki
pesawat ke inggrisyang perbedaan waktunya itu sekitar 6 jam. Kalau waktu kita 6
jam lebih cepat dari inggris, bukankah kalau kita ke sana maka kita akan
melawan arus waktu dan menyebabkan kita kembali ke masa lalu?” tanya rizaldi
pelan, ia nampak ingin menjelaskan dengan perlahan agar hamdani mengerti
keseluruhan hal yang ingin ia sampaikan.
“ho~oh, nampaknya cukup menarik.”
Walaupun mulai menanggapi, tapi nyatanya
low tensionnya masih konsisten di angka nol.
“akhirnya kau tertarik juga.” Rizaldi
nampak senang karna temannya yang biasanya tidak tertarik dengan hal lain di
sekitarnya, kini mulai menampakkan sedikit ketertarikannya.
“tidak, maksudku itu.” dia menunjuk ke
arah seberang jalan.
Rizaldi yang merasa kebingunganpun mulai mengikuti
arahan tangan hamdani dan melihat ke arah seberang jalan. Yang dia lihat adalah
seorang badut penjual es krim yang di kerubungi banyak anak kecil.
“yang kau maksud menarik itu, maksudmu
itu?”
Hamdani mengangguk setuju.
“badut itu?”
“ho~oh.” Jawabnya diikuti anggukan
lainnya.
Rizaldi hanya melongo.
·
“baiklah, sekarang tolong seriuslah dan
pecahkan kasus kita! Back to the case!”
“ho~oh.” Jawab rizaldi dengan sedikit
rasa antusias, karna dia sekarang sangat fokus pada kedua tangannya yang sedang
memegang dua benda yang sangat berharga menurutnya. Yaitu sebuah foto dan secup
es krim.
Agar lebih semangat dan konsen ke topik
pembicaraan, akhirnya rizaldi pasrah dan menuruti ketertarikan hamdani kepada
badut penjual es krim tadi. Karna hari itu sedang promo, maka hamdanipun
mendapatkan kesempatan berharga dengan berfoto dengan si badut.
Foto itu membuat matanya berbinar-binar,
dan rizaldipun sangat terheran dengan tingkah unik temannya.
“takarabako—harta karun.” Katanya
menjelaskan apa yang sedang dia pegang.
“permisi, bisakah kau sekarang membahas
masalahku?” protes rizaldi kepada hamdani. Dia seperti seorang pasien yang
sudah membayar biaya rumah sakit namun tidak mendapatkan perawatan sama sekali.
“hmm...masa lalu ya?” kata hamdani sambil
menjilati es krimnya. Itu adalah kalimat terpanjang yang dia ucapkan hari ini.
“ya! Itu maksudku!” kata rizaldi antusias
menanggapi. “bukankah kita kembali ke masa lalu kalau kita melawan arus waktu?”
“hmm...membingungkan.” katanya seolah tak
peduli dan kembali menikmati es krimnya.
Sementara rizaldi mulai menahan geram
dengan memegang dengan erat kemudi sepeda yang di tentengnya.
“ayolah, gunakan kemampuanmu yang
biasanya itu. aku ingin melihat pemikiranmu saat di histeria modemu.” Mohon rizaldi dengan
sungguh-sungguh.
Walaupun terdengar sangat tidak masuk
akal, tapi hamdani mempunyai sebuah kacamata berframe hitam yang bila dia
memakainya, dia akan memasuki sebuah mode highinteligenci miliknya.
Sebuah mode dimana dia akan keluar dari
zona ‘low tension miliknya’.
“he~eh, tapi aku tidak membawanya.”
Keluhnya untuk menghindar.
“tapi aku melihatnya di tasmu hari ini?”
rizaldi mencoba menekan dengan sedikit rasa antusias yang di balut sedikit
emosi.
“baiklah-baiklah..” keluhnya kembali.
Sambil menyimpan foto berharganya dengan
si tuan badut, hamdani mulai merogohi isi tasnya dan mencari barang yang
menjadi pemicu histeria savant mode miliknya.
Lalu diapun segera memakainya. Dan kita
bisa mulai melihat perubahan yang terjadi dalam diri seorang hamdani lowtension.
Wajah mengantuknya seketika nampak terbangun seperti mendapatkan suntikan
adrenalin. Dan seluruh tubuhnya nampak menggeliat ingin bergerak.
Rizaldi sangat menantikan momen ini,
dimana dia bisa melihat sisi ‘bersemangat’ milik temannya itu.
“ohum-ohum.” Dengan gaya sedikit arogan,
hamdani mulai berdehem. “bisakah kau mengulang kembali pertanyaanmu itu? wahai
sahabatku rizaldi?”
Walaupun merasa agak aneh, tapi rizaldi
langsung membalasnya. “bila kita melawan arus perputaran waktu dunia, apakah kita
akan kembali ke masa lalu?”
Dengan sedikit senyuman, hamdani mulai
menjawabnya.
“sedikit susah sih menjelaskannya, tapi
akan kuringkas dalam beberapa hal yang bisa kau pahami.”
“mohon bantuannya, mr. Savant.” Kta bisa
melihat bahwa rizaldi sangat antusias melihat temannya dalam mode savant
miliknya.
Entah itu sebuah penyakit, kelainan
ataupun kejaiban. Tapi bisa kita lihat kalau hamdani memang mempunyai savant
histeria mode yang hanya bisa dimiliki beberapa orang tertentu saja.
Itu seperti kau mempunyai limitor di
dalam dirimu dan melepaskannya begitu saja, itulah cara kerja histeria savant
mode milik hamdani. Dimana dia akan keluar dari mode ‘low tension’nya dan mulai
sedikit menunjukkan inteligenci miliknya.
“pemahamannya dimulai dari tempat kita
berada.” Dia mulai menunjukkan skillnya. “kita memang bisa berasumsi bahwa
teorimu itu masuk akal, karna kita mempunyai hal yang di sebut ‘satuan waktu
internasional’. Dan kita dengan sengaja melawan arus waktu tersebut. Aku cukup
terkesan kau bisa memikirkan hal sederhana yang serumit itu.”
Hamdani memuji rasa ingin tahu rizaldi,
dan rizaldi yang tidak biasa menerima pujian dari hamdanipun mulai merasa
tersipu dan sedikit merasa bangga.
“hahah~..biasa aja kok. Kebetulan aku
memikirkannya saat kudengar guru kita pergi berlibur.” Jawab rizaldi seolah
merendah. Dia merasa saat senang sambil memandangi dengan bangga sepedanya.
“tapi pemikiranmu belum bisa di terima.”
“maksudmu?”
“ya kau mengertikan? Yang meruntuhkan
teori yang kau buat itu adalah penjelasanmu sendiri.”
“...” rizaldi terdiam di dalam
ketidakmengertiannya. “anu, begini mr, savant. Bisakah kau sederhanakan lagi
penjelasan sederhanamu itu?” pintanya mengharapkan penjelasan yang lebih dia
mengerti.
“kau bilang di sini dan inggriskan? Itu
berarti kita harus berpindah waktu dengan jarak sekitar 15 derajat ke arah
barat dari peta bila ingin kembali ke waktu satu jam yang lalukan?”
“ya, kurasa memang begitu caranya.”
“itu titik terlemah yang bisa meruntuhkan
teorimu. Yaitu sisi ‘kepraktisannya’.”
“kepraktisan?”
“sebut sajalah begitu, ada hal yang bisa
melambangkannya, tapi itu terlalu rumit bagimu rizaldi. Jadi untuk sementara
sebut saja itu sebagai ‘sisi kepraktisannya.’”
Rizaldi kembali terdiam dan mencoba untuk
mencerna kalimat itu dengan baik-baik. “tolong jelaskan.” pintanya beberapa
menit kemudian.
“dalam sebuah teori, terutama teori
tentang waktu, ada satu unsur yang sangat penting yang tidak boleh kau lupakan.
Itu adalah sisi kepraktisan itu. maka cara yang kau tawarkan, yaitu berpindah
setiap 15 derajat untuk satu jam waktunya, baik itu ke masa depan maupun masa
lalu, itu sudah tidak masuk dalam syarat ‘kepraktisan.’ Itu sendiri.”
“jadi begitu ya?” jawab rizaldi sedikit
kecewa.
“kalau kau ingin membuat itu menjadi kenyataan,
memang sih masih banyak hal yang kurang, terutama satu unsur yang kusebutkan
tadi. Tapi bila kau sudah menyelesaikan masalah kepraktisan itu. kuyakin kau
bisa membuat sebuah revolusi baru di bidang penemuan.” Hamdani yang dalam mode
savantnya itu sedang memuji teori yang coba diungkapkan oleh rizaldi.
“benarkah?”
“ya, kau tinggal mengatasi masalah
bagaimana caranya mentransfer seseorang ke semua tempat dalam waktu sepersekian
detik, maka unsur kepraktisanpun akan kau dapatkan. Jadi masalahnya tinggal
bagaimana kau mengirim seseorang ke jarak 1000 km hanya dalam hitungan detik.
Maka bisa kujamin teorimu itu akan berkembang.”
Mendengar kata-kata penyemangat itu,
entah kenapa rizaldi mulai merasa sedikit tersentak dan memandang temannya
dengan pandangan sangat kagum. Selagi hamdani mencopot kacamatanya itu, tangan
rizaldipun secara tidak sengaja memegang kedua pundak hamdani.
“kau benar-benar jenius mr. Savant.
Tidak, maksudku dirimu memang sangatlah jenius hamdani!” dia mengutarakan
perasaannya itu tentang temannya. Tentunya dengan hightension miliknya.
“tapi rizaldi—.” Dan seolah tidak terjadi
apa-apa, hamdani yang keluar dari savant mode miliknyapun kembali ke sifat
lowtension miliknya.
“tidak usah bicara apa-apa lagi, kuakui
kau memang sangat pintar.”
“tapi—.” Seolah ingin berkata, tetapi
niat hamdani selalu terhalang.
“ya aku tahu, kau memang seorang pendiam,
pemalas dan tidak suka berinteraksi. Tapi kau memang punya sesuatu yang hebat
dalam dirimu itu.” tekannya sambil terus memegangi dengan kencang pundak
temannya, seolah ingin menunjukkan betapa kagumnya dia lewat remasan tangan
tersebut.
“tapi rizaldi, itu—.”
“itu apa?
“sepedamu itu.” dia menunjuk ke arah
jalan turunan. Diaman sebuah sepeda sedang menuruni sebuah bukit tanpa ada yang
mengemudikan itu sedang menarik perhatian banyak orang.
“...” untuk beberapa saat rizaldi hanya
tersenyum melihati hal itu,seolah berpikir siapa yang membiarkan sebuah sepeda
berjalan sendiri. tanpa menyadari bahwa orang itu adalah dirinya sendiri.
Dan kitapun bisa tahu kelanjutan
ceritanya.
·
Bagian
2-3
“jangan salah. Anak tukang kayu tak akan
pernah salah perhitungan. Itu yang selalu dia katakan, memangnya sebegitu
hebatnyakah? Anak tukang kayu itu?” aku mengeluh atas beberapa kata yang ku
dengarkan.
Dan yang sedang mendengarkan keluhanku
adalah teman sekaligus ketua kelasku, suzuka rene. Dia sudah biasa pulang
bersamaku setiap hari. Oh aku lupa, aku sudah pernah bilang. Ya, untuk
mengingatkan sih.
Seorang gadis lugu yang memiliki sifat
pertemanan dan sifat suka melihat orang lain tersiksa, itu salah satu hal yang
sering kutakuti dari gadis ini. Perawakan agak tinggi, dan dia sudah ahli soal
berkomunikasi, itu di buktikan dari caranya melayani pelanggan di toko buku
tempatnya bekerja.
“ya kau tahu zeno, walaupun aku tidak
pernah bertemu dengan orang yang kau maksud. Tapi ada beberapa hal yang kutahu.
Pertama mesato corporation itu perusahaan mabel terkenal di kota ini. Dan dari
yang kutahu di daftar kelas, mesato rengge itu berada di kelasnya orang pintar,
kau tahu, kelas A.”
Sambil berjalan di jalan datar sesudah
turunan yang lumayan jauh, kami mulai bercerita satu sama lain, walaupun aku
belum mendengar sekalipun dia mengeluh, justru dia setiap hari akan menjadi
pendengar keluhanku yang setia.
Yang kutahu, saat ujian masuk, semua
orang dengan nilai bagus akan menempati kelas dua. Yang notabenennya orang
berprestasi dan sangat pintar, dan tentunya langganan sepuluh besar di
angkatan. Tapi di smp barat, ada tiga nama yang bukan merupakan ‘kelas A’ tapi
mereka berhasil memasuki daerah ’10 besar’ yang terlarang tersebut.
Dan satu diantara mereka adalah si rank 1
dari kelas E, yang tak lain adalah ‘nona suzuka rene’ ini. Dia mendapatkan
juara 10 setelah sebelumnya posisi juara 9 seangkatannya di geser oleh hasekiri
arata dari kelas f.
Pertama dia cukup depresi karna
kehilangan posisi penting itu, tapi dia masih bisa bertahan menutup pintu
sepuluh besar dari siswa lain, oleh karna keuletannya itu dia mendapatkan
sebutan ‘juru kunci.’
Dari cerita di atas, kau dan aku pasti
sudah tahu kalau dia memiliki jiwa yang anti ‘mengeluh’ dalam melakukan
sesuatu. Tidak sepertiku yang selalu mengeluh di saat hadangan kecil
menggangguku.
“kelas A ya? Aku baru sadar kalau bet
kelasnya juga dari kelas A. Tapi bukankah dia tidak masuk 10 besar seangkatan?
Kenapa kau nampak segan kepada namanya?” tanyaku bingung, karna sifat
sungkannya saat membahas nama mesato rengge, seolah orang yang dia bicarakan
ada di sampingnya.
“sebelum mendengar namanya sih aku cuek
saja, karna nama itu tak terdaftar di 10 besar. Tapi begitu kudengar nama
mesato rengge, diriku sedikit tersentak dan merinding.” Katanya dengan nada
yang agak dingin.
Dia tidak biasanya seperti itu, dia
adalah tipe orang pintar yang suka mempermainkan orang untuk melihat reaksi
mereka dan tertawa atas penderitaan orang lain. Tak biasanya dia cukup takut
dan segan.
“tapi kenapa?” aku menelan ludahku
sendiri, seperti mendengar lanjutan dari cerita horor.
“dia benar-benar jenius dalam matematika,
dia mendapat banyak uang dan penghargaan saat kelas satu smp karna bisa
menyelesaikan permasalahan terumit, ‘juglar problem’. Dia bahkan menulis sebuah
artikel tentang paradoks yang dia ciptakan sendiri, aku sendiri lupa seperti
apa paradoksnya itu, tapi dia terkenal dan menjadi panutan kami sebagai
penggemar matematika. Di sekolahpun tak ada yang bisa mengalahkannya kecuali si
‘yuuka tensai’.”
Juglar problem? Menciptakan paradoksnya
sendiri? Itu diluar kemampuan akalku. Mesato rengge pernah bilang kalau
prinsipnya adalah ‘kesalahan hitung itu aib terbesar bagi anak tukang kayu.’
Sebuah pernyataan yang sangat membanggakan pekerjaan orang tuanya yang
sederhana.
Entah dia menjadi jenius dalam matematika
karna menjadi anak tukang kayu, atau dia memang sudah jenius karna pikirannya itu.
dia memang sesosok loli pemarah penggila roti lapis yang misterius, bahkan
membuat seorang seperti suzuka rene tertegun dan segan hanya dengan menyebut
namanya. Aku kelihatannya sangat tertarik dengan sosok yang satu ini.
Seolah membuatku pengetahuanku semakin
terangsang, sebuah angin dari arah bukit belakang kami mulai menabrak
punggunggu dengan lembutnya, membuatku semakin jatuh dalam pemikiranku,
nampaknya aku mulai bisa menemukan plot cerita dari seorang tokoh yang bagus.
Kita lupakan soal si peringkat satu yang
bisa mengalahkan mesato rengge, karna mesato renggelah yang telah menarik
perhatianku.
“nampaknya aku mulai tertarik, kau tahu,
dengan Mes—“ gerakan bibirku terhenti.
Sebuah jari telunjuk yang kecil nan
lembut itu membuat gestur yang menyuruh bibirku diam. Dia menempelkannya
langsung ke bibirku ini, membuatnya membeku dalam sesaat. Perasaanku campur
aduk saat itu, di tambah angin sepoi-sepoi yang menusuk kalbu. Aku tidak tahu
harus berkata apa, kejadian seromantis ini tak pernah kubayangkan sebelumnya.
Kau tahu? Aku hanya membeku sambil
menatapnya, menatap suzuka rene.
“kau paham zeno?”
“...”
“menyatakan ketertarikan kepada gadis
lain saat kau sedang berada di dekatku adalah kesalahan terbesar.” Dia
mengeluarkan senyuman yang agak megerikan saat mengatakannya. Hal itu membuat
diriku semakin bingung dengan sikapnya.
Saat dia melakukannya, maksudku
menempelkan telunjuknya yang lembut itu di mulutku, guraian rambut panjang yang
tertiup angin itu semakin menghipnotisku. Tapi aku juga mulai bingung, sekarang
cukup banyak angin ya?
Dia yang tersenyumpun sepersekian detik
mulai melirik ke arah lain dan nampak menemukan sesuatu yang membuatnya nampak
sangat kegirangan.
“zeno lihat! Ada tukang es krim. Ayo kita
beli!” dia menarik jari telunjuknya dan mulai menunjuk sebuah mobil es krim
yang parkir di pinggir jalan.
Tanpa menunggu responku, dia segera
bergegas menarik tanganku dan berlari menuju ke tempat si mr. Ice cream itu.
Aku selalu bertanya-tanya tentang
kedekatan kami ini, apakah ini hanya sebatas hubungan pertemanan yang sangat
akrab atau ada sesuatu yang lebih dari itu di sini. Semakin aku memikirkannya
semakin aku terbuai di permainan milik suzuka rene.
Untuk sekarang, sampai ada kejelasan
pasti, anggap saja ini adalah sejenis romance-comedy di masa remajaku ini, jadi
yang kuperlukan hanya menikmatinya sajakan?
·
Setelah selesai membeli es krim, kamipun
melanjutkan perjalanan kami. Di temani terik matahari di kala sore yang tidak
panas maupun dingin, aku dan suzuka rene menikmati es krim kami sendiri.
Dia menjilati es krim rasa vanila coklat
miliknya, wajah cantik yang dibalut keceriaan itu membuat semua orang yang melihatnya
akan terpesona dan terkagum dengan pancaran aura yang wajahnya keluarkan.
Sementara aku? Dengan wajah bosanku, aku
menikmati roti bundar yang mirip bakpao ini. Walaupun mirip bakpao, tapi isinya
es krim, jadi masih termasuk kelompok es krimkan? Ya yang penting aku
menikmatinya sajalah.
Dan masalah, tidak, lebih tepatnya sebuah
kesialan dan kejadian aneh dimulai saat tanganku agak tergelincir dan
peganganku terhadap roti es krim ini. Membuat roti es krim yang terkenal dengan
nama ‘1 dollar uncle’ ini jatuh ke jalan.
“sial, tanganku keram!”aku meratapinya
sambil melihat makananku itu terjatuh dengan gerakan slowmotionnya ke tanah.
“aduh, jatuh deh. Padahal aku belum
memakannya sama sekali.” Sesalku sambil meratapi kesialan yang menimpaku.
Seharusnya makanan itu memang harus cepat dimakan.
“sudah-sudah zeno. Kalau makananmu tadi
ada racunnya kamu sudah mati loh. Bukannya malah untung?” kata suzuka rene
menenangkanku.
“pemikiran ideal dan postif thinking dari
mana itu!” protesku mendengar argumen suzuka rene yang cukup aneh.
Diapun menatapi kemalanganku sambil terus
tersenyum dan menahan tawa, nampaknya kebiasaannya bahagia di atas penderitaan
orang lain itu sudah di mulai.
“kau tahu zeno? Jika dalam hal apapun
kita berpikiran positif, maka niscaya keberuntugan akan menyertai kita loh.”
Dia semakin terlarut dalam pemikiran ideal yang dia buat.
“memang itu aliran agama apa sih.”
“sudahlah zeno, roti isi es krim yang
jatuh itu, sebaiknya disyukuri saja.” Katanya dengan tatapan keren, entah
mengapa aku agak geram.
“sebenarnya karakter positif thinking
dari mana yang sedang kau mainkan?” tanyaku dengan pandangan skeptis sekaligus
agak heran.
Diapun mulai tertawa kecil dan cekikikan.
“he-he, sejak kalah dari hasekiri kelas f, aku sudah memutuskan berpikiran
positif thinking apapun yang terjadi.”
“...”
“coba lihat—.” Katanya sambil merunduk ke
arah roti yang jatuh. “kalau bagian bawahnya yang terkena tanah kita buang,
maka makanan ini masih ‘safe’kan?”
Cepat sekali masalah racunnya hilang,
pikirku heran dan agak sinis.
Diapun menahan es krim batangannya di
mulut, dan mencoba mengambil roti es krim edisi bakpaoku itu. sedikit demi
sedikit dia mengelupas bagian bawahnya dengan hati-hati, supaya es krim di
dalam rotinya juga tidak keluar.
Tapi entah kenapa, hari ini sering
terjadi. Tangan milik suzuka rene nampaknya sedikit tergelincir. Dia tidak
sengaja menjatuhkan rotiku kembali ke tanah, yang disayangkan adalah, dia
membuka mulutnya. Sehingga es krim yang dia tahan di mulutnya ikut jatuh.
Tetapi, ajaibnya. Es krim batangangan itu
tidak jatuh sepenuhnya ke tanah. Semua bagian es krimnya terselamatkan oleh
rotiku itu, hanya bagian pegangannyalah yang sedikit menyentuh tanah.
“wow! Es krimku ‘safe’!” katanya seolah
melihat keajaiban. “ lihat tuh zeno, inilah efek berpikiran positif! Miracle of
positif!”
“ya, tapi keajaiban itu tidak berlaku
bagi rotiku.” Entah kenapa, aku malah semakin sedih dari sebelumnya karna
melihat rotiku jatuh untuk kedua kalinya. Kasihan sekali kamu roti.
“ayolah zeno, di saat seperti inilah kita
harus tetap positif! Kalau roti tadi ada racunnya, zeno pasti udah mati loh. walaupun nampaknya agak seru kalau seperti
itu sih~.”
“memang gak ada variasi alasan yang lain?
Itu saja dari tadi!” aku sedikit memprotes sifatnya yang berpikiran positif
ini, walaupun pesonanya menyilaukan, tapi sifatnya menjengkelkan.
“walaupun sekarang aku menghilangkan
bagiannya yang kotor, tapi aku juga belum tentu bisa memakan bagian yang
terkena es krim tadi. Huh~.” Ratapku kepada uang jajan sisa hari ini yang tergeletak
tak berdaya di jalanan itu.
“sudahlah, berpikir positf zeno, berpikir
posi——.” Suzuka rene berhenti berbicara.
Dia berhenti berbicara karna ada sesuatu
yang jatuh dari pegangan es krimnya. Bisa kulihat kalau es krimnya jatuh dari
pegangannya ke tanah menyusul roti isi es krimku tadi.
“mungkin itu karna tadi terjatuh, jadinya
pegangannya agak longgar.” Aku mengeluarkan hipotesaku dengan rasa terkejut
juga, karna aku tidak menyangka kalau es krim milik nona positif thinking ini
juga jatuh ke tanah.
Diapun membuat ekspresi menahan
kesedihannya. ”kalau kuanggap es krim barusan beracun, maka—ini bukan masalah!”
aku terkagum sedikit karna sifat positif thinkingnya masih keluar.
“tapi bukannya itu es krim sudah dimakan?
Apakah kau mengabaikan unsur racunnya?”
Lalu dirikupun melihat ekspresi sedikit
tersentak milik suzuka rene yang manis ini. Dia nampak terkaget karna melihat
pegangan es krim yang masih ada di tangannya.
“apa yang sedang kau lihat?” tolehku pada
pegangan es krim dari kayu tersebut.
Dia tersentak karna melihat tulisan ‘coba
lagi’ di es krim tersebut.
“hahaha~ rene, nampaknya efektifitas
kepositifanmu terhapus karna di hadang rentetan kesialan.” Aku agak tertawa di
bagian ini, melihat kesedihan seorang suzuka rene. Nampaknya aku mulai mengerti
arti dari tertawa di atas penderitaan orang lain.
“tidak—!” mencoba meyanggah pendapatku,
suzuka rene sedikit berteriak. “ini merupakan peringatan dari tuhan untukku,
agar aku tidak makan es krim lagi hari ini. kau paham zeno? Sebenarnya selain
mencegah kegendutan, aku ini juga memikirkan hal-hal yang lebih bermanfaat,
seperti perdamaian dunia mungkin? Ya itu!”
Aku sama sekali tidak mengerti apa yang
sedang dia bicarakan. Tapi wajah manisnya saat sedang gugup itu membuat
perasaan lega dan ceria tersendiri.
“tak biasanya kau sangat
bersungguh-sungguh, rene.”
Diapun sedikit berdehem karna baru saja
kupuji. “ya kau paham zeno, kalau es krim ini di buat dari es krim halus pasti
sudah tidak ‘safe’ lagi. tapi kalau bagian bekunya aku basuh pasti bersih
lagi!”
“masih ingin dilanjutin? Metode
pembersihannya?” pikirku heran.
Tapi ketika dia percaya diri akan sebuah
batang es krim yang jatuh ketanah itu, ketika dia percaya kalau terori
membersihkannya benar, ketika dia percaya bahwa dia mengerti teori ‘sebelum
lima menit’. Ketika dia percaya akan hal itu tapi aku ragu kalau dia akan tetap
memakannya.
Di situlah kesialan lainnya terjadi pada
suzuka rene.
*Srof~Srof* dengan cepat. Dari atas
bukit, ada sebuah sepeda kayuh tanpa pengemudi dengan kecepatan tinggi melindas
es krim milik suzuka rene dengan ganas, membuat bagian yang katanya masih aman
itu mulai melebur dengan bagian yang tidak aman.
“...” diapun belum tahu apa yang terjadi.
Sambil tersenyum seolah tidak percaya, dia hanya berkedip beberapa kali ke arah
es krimnya itu.
“minggir! Maafkan aku tapi tolong
minggir!” Dan untuk kedua kalinya. Tanpa tahu menahu ada es krim milik suzuka
rene terbaring kaku di tanah. Seorang pemuda yang nampaknya dari sekolah kami
juga ini sedang terburu-buru mengejar sepeda tanpa pemilik barusan dan dengan
tidak sengaja menginjak si es krim malang tersebut.
“...” kini wajah depresinya mulai
mengedipkan satu mata saja.
“tunggu aku rizaldi! Hey!” dan lagi-lagi!
ketiga kalinya, seorang pemuda yang agak tidak bersemangat ini menginjak es
krim naas tersebut tanpa tahu bahwa yang dia injak itu adalah es krim yang ingin
di selamatkan oleh suzuka rene! Aku juga nampak terheran dengan rentetan
kesialan ini.
Diapun mulai berdiri dengan wajah
setengah ingin menangis kepadaku. Dan melupakan soal uang yang tersisa di
sakuku, sebagai teman yang baikpun aku harus menghiburnya.
“baik-baik, ayo beli lagi, kali ini aku
saja yang traktir.” Tawarku kepadanya.
“benarkah?” wah! Ekspresi malunya itu,
sangat menawan! Dengan malu-malau dan menahan tangisan, dia mengeluarkan aura
kekanak-kanakannya.
“tapi positif thinkingnya apa masih mau
di lanjut?”
“GIVE!! Aku sudah nggak kuat lagi!! give!
Give! Give up!” dia berteriak sambil meronta-ronta.
Ya walaupun miris, tapi sepertinya aku
bisa membahas tentang hal ini di novelku selanjutnya.
Komentar
Posting Komentar